23 April 2022

 

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

Oleh : SUPRAPTO CGP Angkatan 4 Kelas 4.1.B

  

Sebagai seseorang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, pastilah kita akan menjumpai berbagai permasalahan, yang menuntut adanya proses pengambilan keputusan yang cepat dan tepat. Dalam proses pengambilan keputusan ini tentunya bisa melibatkan berbagai pihak, apakah terkait dengan siswa, guru, orang tua siswa ataupun kepala sekolah. Kolaborasi dengan berbagai pihak dalam proses pengambilan keputusan tentunya akan menghasilkan keputusan yang lebih baik sehingga bisa diantisipasi adanya potensi/ dampak  negatif atas keputusan yang telah kita ambil. Pengetahuan dan ketrampilan yang memadai turut serta berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan yang tepat dan bijaksana.

Filosofi Pratap Triloka  yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara atau yang kita kenal dengan asas-asas pendidikan yang  terdiri atas 3 semboyan yaitu Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani, bisa dijadikan landasan dalam proses pengambilan keputusan. Dimana sebagai seorang pendidik sekaligus pemimpin pembelajaran, tentunya apa yang yang kita lakukan harus bisa diteladani oleh siswa-siswi kita. Kitapun juga harus mampu memotivasi dan memberikan dorongan kepada siswa-siswi kita agar berupaya semaksimal mungkin dalam proses pembelajaran agar meraih hasil yang maksimal. Selain itu kita juga harus memberikan kepercayaan kepada siswa siswi kita agar lebih berani untuk tampil dan mengambil peran sesuai dengan porsinya agar kelak siap menjadi pemimpin sesuai bidang keahlian yang ditekuninya.

Hal lain yang tak kalah pentingnya bagi seorang pendidik dan pemimpin pembelajaran adalah nilai-nilai kebajikan yang dimilikinya secara alami. Nilai-nilai kebajikan ini menjadi pijakan awal, yang mampu menuntun kita dalam setiap pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan segala aspek yang terkait sehingga keputusan yang diambil benar-benar tepat dan dapat dipertanggung jawabkan serta memberikan kemaslahatan bagi semua pihak.

Proses pengambilan keputusan yang tepat dan efektif tentunya tidaklah bisa dilakukan begitu saja tetapi memerlukan latihan demi latihan agar semakin trampil. Dalam proses ini peran dari pedamping dan fasilitator sangat signifikan untuk mendorong proses pengambilan keputusan atas kasus-kasus yang ada, baik di LMS, kasus nyata ataupun kasus pihak lain di media massa. Latihan-latihan proses pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus tersebut rupanya telah akan mampu mengasah ketrampilan kita dalam pengambilan keputusan dengan memperhatikan berbagai aspek, apakah nilai-nilai kebajikan universal, dilema etika, paradigma pengambilan keputusan, prinsip-prinsip pengambilan keputusan maupun langkah-langkah pengujian dan pengambilan keputusan.

Dengan memperhatikan dan mempertimbangkan tentang konsep pengambilan keputusan tersebut diatas, maka secara tidak langsung proses pengambilan keputusan yang diambil telah menerapkan pengelolaan aspek social emosional. Dimana proses pengambilan keputusan tidak didasarkan pada emosi tetapi telah melalui berbagai pertimbangan bahkan dalam penerapan langkah-langkah pengambilan keputusan juga telah dilakukan berbagai macam uji, apakah uji legal, uji regulasi/ kode etik, uji intuisi, uji idola/ panutan dan uji publikasi. Yang kesemuanya itu tentu saja telah mencerminkan pengelolaan sosial emosional yang baik dan matang.

Adapun studi kasus yang dibahas dalam LMS dan diskusi kelompok merupakan kasus-kasus yang memang banyak dijumpai dalam praktik pembelajaran pada umumnya, yang menuntut analysis yang mendalam, mengingat kasus-kasus yang dibahas tersebut fokus pada moral dan etika, yang turut mengusik dan menguji nilai-nilai yang dianut oleh seorang pendidik dalam pengambilan keputusan. Penelusuran lebih mendalam atas kasus yang ada sangat diperlukan agar kita tidak salah dalam melakukan analisis, seperti halnya suatu kasus, apakah termasuk dalam kategori bujukan moral atau dilema etika, kemudian adakah nilai-nilai yang bertentangan, paradigma dan prinsip pengambilan keputusan apa saja yang terkait, barulah dilakukan pengujian dan pengambilan keputusan.

Selanjutnya suatu kengambilan keputusan dikatakan tepat, apabila keputusan yang diambil tersebut dapat diterima dengan baik oleh semua pihak dan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.  Meskipun dalam praktiknya tidak jarang keputusan yang kita ambil, berimplikasi negatif pada pihak-pihak tertentu yang memiliki pandangan yang berbeda. Yang terpenting adalah pengambilan keputusan telah mempertimbangkan berbagai aspek baik nilai-nilai kebajikan universal, prinsip-prinsip pengambilan keputusan dan berbagai langkah pengujian pengambilan keputusan sehingga dapat dieliminir adanya kekecewaan yang bisa berujung pada kurang harmonisnya hubungan diantara pihak-pihak terkait.

Dalam proses pengambilan keputusan di lingkungan sekolah masih banyak dijumpai adanya pengambilan keputusan yang bertentangan dengan hati nurani kita dan menjadi sebuah dilema etika, yang mana kita lebih sering menerima keputusan tersebut tanpa kuasa mempengaruhi ataupun mengubahnya. Sebagai pendidik yang memiliki keterbatasan kewenangan mengharuskan kita untuk tunduk dan patuh akan kebijakan yang ditetapkan oleh sekolah sehingga kita masih menghadapi berbagai kendala dalam proses pengambilan keputusan yang tepat. Seperti halnya pengambilan keputusan terkait dengan pembelajaran di kelas, dimana seorang pendidik tidak memiliki otoritas penuh dalam menyikapi berbagai permasalahan yang dijumpai selama proses pembelajaran (tingkat ketidak hadiran siswa, nilai yang tidak memenuhi syarat untuk beberapa siswa, kedisiplinan siswa dan lainnya).  Kesemuanya itu bisa terjadi karena paradigma yang digunakan adalah paradigm lama, dimana pengambilan keputusan bersumber pada satu pihak ataupun kelompok tertentu saja yang sejalan dengan top management dan kurang mengakomodir  pihak-pihak yang berada pada tataran teknis di lapangan sehingga menimbulkan dilema etika tersendiri.

 Jikalau proses pengambilan keputusan yang kita lakukan berbasis pada konsep sebagimana dipelajari sebelumnya maka keputusan yang diambil, insyaallah akan mampu memberikan dampak positif bagi semua pihak dan juga mampu memerdekakan murid. Dengan memperhatikan berbagai aspek, maka keputusan yang diambil akan lebih aplikatif dan akomodatif sekaligus memberikan ruang akan lahirnya alternatif pilihan  atau yang dikenal dengan opsi trilema yang bisa menjadi solusi alternatif atas suatu permasalahan yang dihadapi. Dengan opsi ini semua pihak termasuk siswa, diberikan ruang yang memadai untuk menentukan pilihan terbaiknya dalam penyelesaian suatu masalah. Atau disa juga dikatakan bahwa keputusan yang diambil telah memerdekakan semua pihak, termasuk siswa.

 Setiap keputusan yang diambil oleh seorang pendidik yang juga memposisikan diri sebagai pemimpin pembelajaran, tentu akan berdampak pada murid-muridnya di kehidupan/ masa depan mereka. Dengan keputusan yang bijak tanpa mencederai/ merugikan murid akan membantu murid menggapai masa depannya. Sebaliknya pengambilan keputusan yang kaku dan hanya menyandarkan pada peraturan yang ada, akan berdampak pada keberlangsungan hidup dan masa depan murid itu sendiri. Murid yang melakukan kesalahan tentu harus mendapatkan konsekuensi atas kesalahan yang dilakukannya tetapi juga perlu dipertimbangkan juga agar konsekuensi tersebut tidak berimplikasi pada keberlangsungan/ masa depan murid.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan merupakan hal yang sangat penting dan harus dimiliki oleh seorang pendidik, mengingat permasalahan demi permasalahn yang dijumpai sangat beragam dan kompleks. Berbekal pengetahuan dan ketrampilan dalam pengambilan keputusan tersebut menjadikan pendidik sebagai pemimpin pembelajaran yang bijak dan mampu menjadi teladan bagi murid-muridnya. Demikian halnya dengan pengetahuan dan ketrampilan lainnya sebagaimana telah dipelajari pada modul 1 dan modul 2 juga sangat penting bagi pendidik sekaligus menjadi pondasi utama dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya.

20 April 2022

Jurnal Monolog - Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

 

Guru adalah seorang pendidik sekaligus seorang pemimpin pembelajaran dimana selain menjalankan tugas pokoknya sebagai pendidik, dia juga memerankan diri sebagai seorang pemimpin baik dalam lingkup kelas yang diampu, program keahlian maupun di lingkungan sekolah. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran tentu diperlukan berbagai pengetahuan dan ketrampilan yang memadai terkait dengan berbagai hal, khususnya dalam pengambilan keputusan.

Dalam proses pengambilan keputusan tidak jarang kita akan dihadapkan pada dilemma etika dan bujukan moral. Dilema etika ini tak jarang turut memberikan kontribusi yang lebih dominan dalam proses pengambilan keputusan, terlebih kita ini termasuk orang-orang timur yang lebih mengedepankan pada rasa tidak enak, sungkan dan menjaga respek yang tinggi pada orang lain.

Bagi saya pribadi selaku pendidik, tentu juga seringkali di hadapkan pada berbagai permasalahan yang membutuhkan pengambilan keputusan yang tepat. Dan untuk dapat melakukan proses pengambilan keputusan tersebut, tentunya perlu adanya latihan demi latihan yang nantinya akan mengasah kemampuan kita dalam proses pengambilan keputusan.

Adapun rencana yang akan saya lakukan kedepannya terkait dengan pengambilan  keputusan yang mengandung unsur dilema etika antara lain : memantapkan  pengetahuan dan ketrampilan saya terkait dengan pengambilan keputusan, memulai dari hal-hal yang sederhana, memulai dari sekarang dan berkolaborasi dengan rekan sejawat. 

Untuk mendukung pengetahuan dan ketrampilan saya dalam pengambilan keputusan, tentunya saya memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Untuk lingkup pembelajaran di kelas, maka support dari siswa sangat diperlukan. Begitu juga dengan pihak orang tua/ wali murid juga sangat diharapkan untuk mendukung hal tersebut. Terlebih dalam suatu permasalahan yang muncul di kelas dan terkait dengan siswa, biasanya secara otomatis akan melibatkan orang tua/ wali murid. Selain itu dukungan dari rekan sejawat dan manajemen sekolah juga sangat diperlukan bagi terasahnya penerapan pengambilan keputusan yang tepat dan bijaksana dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada.

Selanjutnya dalam tataran implementasi, saya akan mencoba untuk menerapkan pengambilan keputusan tersebut pada lingkungan sekolah saya, pada murid-murid saya dan juga pada kolega/ guru-guru lainnya. Meskipun demikian saya akan mencoba untuk memulai dari yang lebih sederhana dan saya cukup menguasainya, yakni pengambilan keputusan pada murid-murid saya. Dan kebetulan, pengalaman saya sebagai pendidik yang memiliki tugas tambahan selaku ketua program keahlian juga turut mengasah ketrampilan saya dalam penyelesaian masalah hingga pengambilan keputusan yang tepat dan bijaksana. Kemudian terkait dengan hal tersebut, di kelas yang saya ampu selalu saja dijumpai permasalahan pada murid, apakah terkait pembelajaran di kelas, saat melakukan praktik indutri dan lainnya.

Untuk proses penyeesaian masalah sekaligus pengambilan keputusan, saya tentu akan menerapkan konsep dilemma etika dengan memperhatikan 4 paradigma yakni Individu lawan masyarakat, Rasa keadilan lawan rasa kasihan, Kebenaran lawan kesetiaan dan Jangka pendek lawan jangka panjang. Selain itu saya juga akan mempertimbangkan prinsip-prinsip dalam mengambil keputusan atas pilihan-pilihan yang menantang, yakni berpikir berbasis pada hasil akhir, berpikir berbasis pada peraturan , berpikir berbasis pada rasa peduli. Selanjutnya pada fase akhir, saya akan menerapkan 9 langkah dalam pengambilan keputusan yang meliputi : nilai-nilai yang saling bertentangan, siapa saja yang terlibat, fakta-fakta yang relevan, lakukan pengujian benar atau salah (uji legal, regulasi, intuisi, jika dipublikasikan, keputusan dari panutan), Jika situasinya dilema etika, paradigma mana, prinsip penyelesaian dilemma, Investigasi Opsi Trilemma,  apa keputusannya dan lakukan refleksi.

Dari rangkaian proses pengambilan keputusan tersebut, nantinya akan saya terapkan dalam penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan yang melibatkan rekan sejawat dan lingkungan sekolah saya. Dimana proses pengambilan keputusan tersebut akan saya lakukan dari sekarang dan dimulai dari hal-hal yang dijumpai dalam keseharian. Seperti halnya dalam minggu ini, ketika saya menjadi bagian dari panitia ujian satuan pendidikan berbasis computer (USP-BK) dimana tak jarang dijumpai beberapa permasalahan terkait dengan pelaksanaan ujian USP-BK tersebut.

26 Maret 2008

Menumbuhkan Minat Baca Melalui Metode Active Learning

Oleh : SUPRAPTO, S.St
Guru SMK Negeri 1 Samarinda

Membaca, sekilas terlihat hanya sebagai satu kata yang simple and easy to be done, akan tetapi apabila kita menilik pada realitas di masyarakat, satu kata ini justru menjadi momok bahkan sebagian kalangan sangat tidak familiar atau mungkin alergi dengan satu kata kerja ini. Yang lebih ironis lagi, hal ini telah melanda sebagian besar masyarakat di negeri ini. Ini bagaikan suatu penyakit kronis yang telah merasuki bahkan menghinggapi hampir sebagian besar penduduk di negeri ini, tidak saja melanda kaum tua, kaum muda bahkan anak-anak sekalipun.
Membaca merupakan sesuatu problem yang sangat krusial bagi bangsa ini, baik bagi generasi yang terdahulu, generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Apabila kita cermati maka fenomena ini dapat terjadi oleh beberapa faktor diantaranya adalah :
Yang pertama, sebagian besar masyarakat kita bukan berasal dari well-educated group yang mengenyam jenjang pendidikan yang memadai, sehingga tidak mengenal habit untuk membaca.
Yang kedua adalah tingkat pendapatan masyarakat kita masih rendah sehingga tidak memiliki cukup budget untuk membeli bahan bacaan seperti buku, majalah, surat kabar dan lainnya .
Yang ketiga : Adanya persepsi yang salah kaprah yang menyatakan bahwa membaca itu tidak penting dan tidak dapat menghasilkan uang.
Yang keempat : Membaca belum menjadi bagian dari hidup seseorang atau sekelompok orang bahkan yang ada dalam benaknya adalah yang penting hidup dan makan.
Yang kelima : Meskipun secara ekonomi termasuk kelompok mapan tetapi tidak pernah berpikir bahwa membaca itu penting sehingga berdampak pada keengganaan untuk menyisihkan sebagian wages untuk membeli media baca seperti buku, majalah dan sejenisnya.
Yang keenam : Adanya pola konsumtif yang berlebihan yang mengakibatkan timbulnya pola pikir yang sempit dan mengukur segala sesuatunya dari sisi materi belaka.
Yang ketujuh : adanya paradigm lama yang beranggapan bahwa yang hobi membaca itu cukup yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dan sejenisnya.
Kesemuanya itu mau atau tidak mau memang telah menjadi bagian dari sebagian bangsa ini, oleh karenanya tidaklah mengherankan kalau kita baca dan cermati berbagai riset yang dilakukan baik oleh lembaga survei nasional maupun internasional, negeri ini terseok-seok dalam peringkat buncit dalam hal membaca.
Harus disadari oleh seluruh bangsa ini bahwa salah satu indikasi kemajuan suatu bangsa dan negara itu terlihat dari minat baca masyarakatnya. Suatu bangsa yang memiliki minat baca yang tinggi tentu akan berimplikasi pada aspek-aspek pendukung kemajuan dan kebesaran bangsa itu sendiri seperti aspek teknologi, ekonomi, budaya, sosial, politik dan lainnya. Bisa digambarkan bahwa bangsa-bangsa maju dan modern yang berhasil menemukan teknologi yang canggih, semua itu berawal dari strongly habit membaca yang pada gilirannya akan melahirkan para ilmuwan dalam berbagai bidang.
Bangsa yang besar ini tidak boleh selamanya tergantung pada ketersediaan resources yang melimpah sebagaimana kita miliki sekarang ini, yang menjadikan kita terlena dan bangga untuk sesaat belaka. Kita harus dapat memetik pelajaran dari jiran lain, seperti Singapura : sebuah negara kecil yang tidak memiliki resources yang cukup signifikan dibandingkan dengan Negara kita. Tetapi apa faktanya : dengan kekayaan resources yang melimpah, yang dimiliki bangsa ini justru tidak menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang besar dan makmur sebagaimana dicita-citakan oleh para pendahulu kita. Bahkan negara yang kecil seperti singapura justru menjelma sebuah kekuatan ekonomi yang maju tidak saja di asia tenggara bahkan di dunia. Negara jiran kita tersebut bahkan menjadi salah satu pusat bisnis yang tersibuk dan terbesar di dunia.
Apa yang sejatinya dilakukan oleh jiran kita tersebut tidak lain adalah adanya highly awareness bahwa mereka tidak memiliki cukup resources sehingga mereka mengembangkan human resources. Melalui sumber daya manusia yang berkualitas dan unggul, apapun dapat dibuat dan dilakukan termasuk membangun kekuatan ekonomi yang mapan dan mandiri sebagaimana telah diperlihatkan oleh Singapura dan jiran-jiran kita lainnya di asia tenggara. Sumber daya manusia yang berkualitas dan unggul ini , sangatlah dekat dengan namanya bahan bacaan baik cetak ataupun elektrik sehingga membaca sudah menjadi bagian dari hidup dan menjadi suatu habit.
Menyadari kodisi yang demikian itu maka kita harus melakukan introspeksi diri dan segera berbenah diri tentang apa yang telah kita capai saat ini, khususnya berkaitan dengan minat baca. Menyikapi hal ini tentu kita tidak bisa berharap terlalu banyak dan akan mampu melakukan perubahan yang drastis dan dapat memperoleh hasil yang signifikan dalam waktu singkat. Kesemuanya itu harus dibangun, diawali dan dibiasakan sehingga perlahan tapi pasti kita akan memetik hasilnya di kemudian hari.
Untuk mengawalinya sejatinya tidaklah terlalu berat, asalkan kita memiliki keinginan dan kemauan yang kuat untuk melakukannya diantaranya melalui penanaman sejak dini pada generasi muda pada seluruh tingkatan pendidikan baik SD, SLTP, SLTA bahkan perguruan tinggi.
Akan tetapi sebelum kita menanamkan minat baca ini terhadap siwa ataupun mahasiswa kita, tentu yang tidak kalah pentingnya adalah harus kita tanamkan minat baca ini pada para pelaku pendidikan khususnya guru dan dosen. Ada kekuatiran bahwa dua pilar dalam pendidikan kita ini justru jauh dari dunia baca sehingga juga berimplikasi pada siswa dan mahasisiwa yang dididiknya. Jikalau demikian faktanya, mau tidak mau, suka atau tidak suka harus kita tanamkan bahkan harus dibiasakan untuk membaca sehingga semuanya dapat berjalan sesuai dengan apa yang kita rencanakan bahkan muncul keteladanan.
Setelah dua pilar pendidikan kita tersebut cukup familiar dengan dunia baca, maka dapat dilaksanakan penanaman minat baca tersebut pada siswa di semua jenjang pendidikan.
Hal pertama yang perlu kita lakukan adalah merevitalisasi model pengajaran yang kita anut selama ini, apakah model pengajarannya berbasis pada guru/ dosen atau berbasis pada siswa/ mahasiswa.
Yang kedua, apakah ketersediaan sumber bacaan mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat, khususnya lembaga pendidikan termasuk didalamnya updating sumber bacaan.
Yang ketiga, seberapa besar support dari semua pihak dalam menumbuhkan minat baca anak didik kita.
Model pengajaran yang berbasis pada guru, mendorong timbulnya pembenaran tentang apa yang disampaikan oleh guru bersangkutan dan menjadikannya the only learning sources. Ini tentu akan berimplikasi buruk pada siswa, diantaranya adanya ketergantungan yang sangat tinggi pada sosok seorang guru dan memungkinkan siswa tidak dapat belajar tanpa kehadiran seorang guru sehingga tidak pernah bisa belajar secara mandiri.
Adapun model pembelajaran yang berbasis pada siswa, merupakan model pembelajaran yang sejati sebagaimana dituangkan dalam tujuan pembelajaran yaitu siswa dapat menguasai pengetahuan atau kompetensi tertentu. Model ini berbasis pada active learning yang sangat memungkinkan siswa untuk mencari, menggali dan memperoleh sumber informasi yang sangat beragam dari berbagai sources. Dengan sendirinya, akan dapat menumbuhkan kreatifitas siswa dan lambat laun paradigma lama tentang model pembelajaran berbasis guru, yang telah terpatri dalam diri para pendidik hingga saat ini akan terdegradasi bahkan akan luntur.
Dengan active learning, terdapat beberapa advantages baik dari angel guru ataupun siswa. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar, tetapi menjadi fasilitator yang tetap memegang kendali kelas dengan tanpa meminimalisir roles seorang guru. Dan dengan model ini, bukan berarti guru harus tidur pulas dan mempersilahkan siswa untuk belajar terus menerus sampai bored. Akan tetapi dengan sedikit mengurangi dominasi guru dalam kegiatan belajar mengajar, dan memberikan keleluasaan siswa untuk mendapat apa yang semestinya menjadi haknya yakni informasi maka akan memunculkan kemandirian siswa, khususnya dalam hal pencarian sumber belajar. Dengan pola ini, siswa mendapatkan porsi yang lebih untuk mendapatkan berbagai informasi dan dapat belajar secara mandiri dan tetap dalam bimbingan guru ( disesuaikan dengan kondisinya ). Apabila hal yang demikian dapat dilaksanakan secara kontinyu dan terprogram maka akan menjadikan suatu habit yang positif yang pada akhirnya akan menumbuhkan minat baca siswa. Dengan siswa yang telah memiliki habit yang tinggi dalam hal membaca, akan menghasilkan suatu sinergi yang positif dalam dunia pendidikan kita sekaligus sebagai embrio untuk menelorkan generasi-generasi muda yang kreatif, cerdas dan unggul.
Model active learning ini tentu perlu di support sehingga benar-benar dapat diaplikasikan dengan baik dan kontinyu sehingga dapat mencapai target yang jelas dan terukur. Diantaranya dengan ketersediaan sumber bacaan yang memadai baik dari sisi kualitas, kuantitas maupun updating-nya. Tidak dapat dibayangkan, jikalau kita memiliki sumber bacaan yang memadai baik kualitas dan kuantitas tetapi sudah out of date, tentu akan ketinggalan dengan perkembangan jaman yang demikian pesatnya. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah terkait dengan distribusi sumber bacaan, jangan sampai sumber bacaan yang demikian luar biasa tersebut hanya dinikmati oleh sebagian kecil kalangan saja sehingga lepas dari target yang ada. Sementara pihak-pihak lain yang begitu memerlukannya justru tidak dapat menikmati dan memanfaatkannya. Selain itu, sumber belajar tersebut juga perlu diperhatikan maintenance-nya sehingga dapat tahan lama dan dapat dimanfaatkan oleh beberapa generasi kedepan.
Pengkondisian terhadap habit membaca dan dukungan sumber bacaan yang memadai sebagaimana dijelaskan diatas, perlu mendapatkan response dan support dari pihak terkait, khususnya keluarga, sekolah/ lembaga pendidikan lainnya, lingkungan. Faktor ini sangat penting dan cukup dominan dalam mendukung dan menumbuh kembangkan minat baca siswa. Bagaimana tidak suatu keluarga yang familiar dengan membaca, tentu akan men-stimulate anak untuk mengikuti dan meneladaninya sehingga membaca sudah menjadi kebutuhan bahkan sebagai bagian dari hidupnya. Sebaliknya lingkungan keluarga yang jauh dari habit membaca, tentunya akan memberikan efek negatif pada anak dalam hal membaca, yakni keengganan bahkan alergi dengan hal ini. Lingkungan sekolah yang dijadikan oleh sebagian siswa sebagai rumah atau lingkungan kedua setelah lingkungan keluarga, merupakan tempat yang dianggap cocok untuk mengapresiasikan dan mengaktualisasikan diri mereka. Demikian halnya dengan lingkungan masyarakat, juga akan memberikan efek yang tidak kecil dalam mendukung penumbuhan minat baca ini, baik yang terkait dengan ilmu agama, ilmu umum dan kemasyarakatan. Sebagaimana dapat kita jumpai bahwasanya anak-anak selepas menuntut ilmu di sekolah juga aktif belajar di lingkungan masyarakatnya baik di mushala/ masjid atau tempat lainnya.
Kesemuanya itu harus senantiasa bersinergi dalam menumbuh kembangkan minat baca anak-anak kita baik untuk jenjang pendidikan dasar ( TK dan SD ), pendidikan menengah ( SLTP dan SLTA ) juga pendidikan tinggi ( perguruan tinggi ). Hal ini tidak semata dibebankan pada sekolah atau lembaga pendidikan lainnya tetapi juga perlu support dari pihak lainnya seperti keluarga, masyarakat dan pemerintah sebagai pemegang dan pengambil policy.



SEMOGA KITA SEMUA TERGUGAH AKAN PENTINGNYA MENUMBUH KEMBANGKAN MINAT BACA TERHADAP ANAK-ANAK NEGERI INI.

29 November 2007

PENDIDIKAN YANG MAJU DAN PROFESIONAL

Oleh : SUPRAPTO, S.St.


Mencermati perkembangan dunia pendidikan dewasa ini, terbesit suatu harapan baru yang dapat memacu spirit dan motivasi bagi stakeholder pendidikan untuk bekerja dan berkarya secara optimal dan lebih baik. Harapan baru tersebut dapat tercermin dari semakin besarnya atensi dan apresiasi dari penyelenggara Negara terhadap perkembangan dunia pendidikan. Pendidikan tidak sekedar dijadikan sebagai salah satu sektor yang perlu mendapatkan perhatian melainkan sebagai suatu sektor yang benar-benar harus dibangun dan dikembangkan sehingga dapat melahirkan generasi-generasi yang cerdas, trampil, profesional, berkepribadian dan berdaya saing.
Refleksi dari atensi dan apresiasi yang cukup besar terhadap dunia pendidikan di negeri ini, diantaranya dapat dilihat dari semakin antusiasnya para pemegang tampuk pimpinan untuk lebih mengedepankan sektor pendidikan sebagai sektor yang lebih menjanjikan dan dapat diharapkan di kemudian hari. Dengan membangun sektor pendidikan berarti kita telah menginvestasikan calon-calon penyumbang income bagi negara, menggantikan sumber daya alam yang semakin lama semakin menipis dan suatu saat nanti akan habis.
Menyadari kondisi yang demikian ini, maka kita harus mau belajar dari para jiran kita yang terlebih dahulu telah selangkah lebih maju seperti Singapura, Malaysia dan negara-negara di kawasan asia tenggara lainnya. Para jiran kita yang notabene tidak dikaruniai sumber daya yang sangat melimpah seperti negeri kita, telah mengambil langkah cepat dengan mengedepankan pada pembangunan sumber daya manusia. Sebesar dan sehebat apapun sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara, kalau tidak dikelola dengan baik juga tidak akan bertahan lama. Terlebih lagi kekayaan alam yang dimiliki oleh negeri ini tidak dapat dikelola sepenuhnya oleh bangsa kita sendiri bahkan mayoritas dikendalikan oleh orang asing. Kalau hal ini terus berlangsung dan tidak ada tindakan yang cepat dan konkrit, bisa kita bayangkan berapa besar leackage (kebocoran) devisa yang dialami oleh negeri ini.
Pemerintah sebagai pemegang kendali negeri ini, didukung oleh lembaga legislatif telah sepakat untuk melakukan perubahan yang signifikan terhadap kebijakan sektor pendidikan selama ini. Hal ini dapat dicermati dengan lahirnya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20 tahun 2003 yang mengamanatkan anggaran pendidikan sebesar 20%. Kebijakan yang demikian ini tidak sekedar diterapkan oleh pemerintah pusat melainkan sudah diterapkan di berbagai daerah baik tingkat I maupun tingkat II. Tiap-tiap daerah mulai memacu diri untuk terus meningkatkan kemampuan daerahnya baik yang berkaitan dengan pemberdayaan sumber daya alam, pembangunan sarana prasarana, juga penyiapan sumber daya manusianya. Terlebih lagi lahirnya kebijakan mengenai otonomi daerah (otda) sangat memungkinkan bagi daerah-daerah untuk mengelola dan mengembangkan potensi sumber daya yang ada di daerahnya masing-masing secara optimal.
Salah satu daerah yang tengah giat-giatnya melakukan perubahan dan pengembangan diantaranya adalah propinsi Kalimantan Timur. Propinsi yang dikenal dengan beragamnya kekayaan sumber daya alam ini, tengah memacu diri mengejar ketertinggalan dari daerah lain yang terlebih dahulu lebih maju seperti Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Pengembangan tidak hanya terbatas pada pengembangan fisik melainkan juga pengembangan non fisik. Pengembangan fisik dapat dilihat dari maraknya pembangunan berbagai sarana prasarana seperti bandara, pelabuhan, stadion, jembatan, hotel, dan masih banyak lagi. Yang kesemuanya itu tentu ditujukan bagi kemajuan daerah sekaligus memacu pertumbuhan ekonomi daerah itu sendiri juga ekonomi secara global. Demikian halnya dengan pengembangan non fisik berupa pengembangan sumber daya manusia diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yang ada dan nantinya dapat berpartisipasi langsung secara aktif dan bukannya menjadi penonton di negeri sendiri.
Pengembangan sumber daya manusia ini merupakan hal mutlak yang sudah semestinya dilakukan. Mengingat kedepan kita tidak dapat bergantung pada ketersediaan kekayaan alam secara terus menerus karena sumber daya tersebut sifatnya tidak dapat diperbaharui. Oleh karena itu pengembangan sumber daya manusia merupakan suatu pilihan yang sangat tepat untuk dapat menjawab tantangan masa depan yang semakin komplek dan kompetitif. Disinilah sektor pendidikan memegang peranan yang sangat besar dan penting.
Pentingnya sektor pendidikan ini rupanya telah disadari oleh pemegang tampuk pimpinan di beberapa daerah di propinsi ini, diantaranya dengan memberikan pendidikan gratis untuk jenjang pendidikan dasar yang menjadi wajib belajar seperti SD dan SLTP. Bahkan kebijakan ini juga didukung oleh pemerintah pusat melalui digulirkannya dana BOS (bantuan operasional sekolah) yang besarannya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing siswa untuk masing-masing jenjang pendidikan baik dasar maupun lanjutan.
Bentuk perhatian lain dari pemerintah dewasa ini terhadap sektor pendidikan antara lain dengan pembangunan fisik berupa gedung sekolah (untuk kegiatan belajar mengajar yang sifatnya teori juga praktik). Disamping itu pemerintah juga telah memiliki itikat baik terhadap masa depan sektor yang sangat vital dan dominan dari sektor pendidikan, yaitu tenaga pendidik. Itikat baik pemerintah itu berupa lahirnya kebijakan tentang sertifikasi guru. Kebijakan yang dicanangkan pemerintah ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme guru sebagai frontliner sektor pendidikan. Meski dalam pelaksanaannya kebijakan ini belum dapat menyentuh seluruh unsur yang terkait dan melekat dalam sektor pendidikan, mengingat pengertian guru itu tidak hanya yang berstatus negeri saja tapi juga guru swasta. Mereka semua itu memiliki title yang sama yakni guru, tanpa membedakan negeri atau swasta dan sama-sama menjadi frontliner yang sangat menentukan nasib generasi-generasi penerus bangsa ini.
Untuk membangun pendidikan yang maju dan professional, tidak cukup dengan atensi dan apresiasi semata melainkan diperlukan action yang konkrit dari seluruh elemen bangsa ini, baik eksekutif, legislatif, dinas pendidikan juga sekolah.
Pertama adalah penyediaan sarana prasarana sekolah yang memadai berupa gedung dan peralatan/ perlengkapan pendukungnya menjadi hal pertama dan utama yang mutlak harus ada. Peralatan dan perlengkapan yang dimaksudkan adalah komputer beserta perangkatnya yang terkoneksi dengan internet, laboratorium bahasa, laboratorium praktik sesuai dengan bidang keilmuan, dan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik sekolah masing-masing.
Kedua adalah tersedianya pendidik dan tenaga kependidikan yang kompeten dan professional. Pendidik dan tenaga kependidikan inilah yang memiliki peranan penting dan sangat menentukan keberhasilan pendidikan di berbagai jenjang baik dasar, lanjutan, menengah dan tinggi. Mengingat kedua unsur inilah yang menjadi motor atau penggerak sektor pendidikan. Ditangan merekalah tercipta suatu sistem pendidikan yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan, tetapi di tangan mereka pulalah pendidikan itu akan hancur apabila tidak dikelola dengan baik dan profesional.
Ketiga adalah input yang masuk ke sekolah itu sendiri, yakni calon peserta didik. Dengan input yang baik, akan memudahkan untuk menghasilkan output yang baik pula. Sebaliknya dengan input yang kurang baik (tidak memenuhi standar, melalui proses KKN dan sebagainya) akan menghambat dalam prosesnya dan tentu saja berdampak pada output yang dihasilkan.
Keempat, perlu didukung dan diciptakannya lingkungan belajar yang hijau, asri dan nyaman, yang memungkinkan peserta didik tetap semangat untuk belajar. Lingkungan ini sepintas hanya menjadi bagian kecil dari pendidikan tetapi kalau kita cermati lebih lanjut, unsur ini memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung kemajuan pendidikan, meskipun secara tidak langsung. Bisa kita bayangkan apabila lingkungan suatu sekolah tidak terawat dan kumuh, bagaimana dengan antusiasme peserta didik juga para pendidik terhadap kegiatan belajar mengajar. Kemungkinan mereka enggan untuk belajar bahkan untuk pergi ke sekolah sekalipun. Lain halnya dengan sekolah yang tertata rapi, hijau, dan asri pasti akan menstimulasi semua unsur yang terkait dalam pendidikan untuk menciptakan kondisi sekolah yang kondusif, kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan dan selalu termotivasi untuk berpikir maju.
Kelima adalah adanya partisipasi dan kontribusi dari seluruh elemen pendidikan, baik orang tua siswa, masyarakat, pemerintah dan swasta untuk memajukan pendidikan di negeri ini. Unsur inilah yang selama ini belum menunjukan perannya secara optimal bahkan ada anggapan bahwa kemajuan suatu pendidikan itu hanya menjadi urusan penyelenggara pendidikan semata. Orang tua siswa sebagai unsur yang terkait langsung dengan pendidikan anaknya, harus betul-betul memikirkan dan memperhatikan hal-hal yang diperlukan sebagai seorang pelajar, baik berupa penyediaan fasilitas belajar maupun kewajiban lainnya terhadap sekolah. Masyarakat sebagai pendukung sektor pendidikan, sudah semestinya turut membantu dan mendorong kemajuan pendidikan. Demikian halnya dengan pemerintah dan swasta, harus selalu bersinergi dalam mengembangkan sektor pendidikan. Pemerintah diharapkan dapat melahirkan kebijakan-kebijakan yang pro pada pendidikan dan tidak hanya sebatas pada retorika belaka. Anggaran pendidikan yang digaungkan 20 %, semestinya dapat menyentuh unsur-unsur pendidikan secara langsung dan tidak dihambur-hamburkan begitu saja tanpa ada sasaran yang jelas.
Tanpa adanya program pengembangan terhadap pendidikan secara jelas serta tidak diikuti dengan pengawasan yang ketat, hanya akan memunculkan KKN baru yang semakin mengakar dan tumbuh subur. Sektor swasta sebagai user dari tamatan lembaga pendidikan, juga harus berperan aktif dalam mendorong terciptanya pendidikan yang maju dan professional sehingga dapat melahirkan generasi-generasi yang kompeten, professional dan kompetitif. Diantaranya dengan turut mendukung kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah seperti terciptanya relationship yang baik antara pihak sekolah dengan dunia kerja dan industri melalui kegiatan praktik industri dan recruitment karyawan.